Setelah saya cermati persoalan Konflik Pemkot Tangerang Vs Kemenkumham ini muncul, lantaran karena adanya gap atau ketersendatan komunikasi antara pak menteri dan pak wali sehingga terjadi Mis Understanding
Pandangan kami sebagai akademisi, Memang Pak Menteri itu kan orangnya Bapak Presiden, Sang penguasa di Republik ini. Jika diibaratkan Republik ini sabagai rumah, yang berkuasanya kan bisa kita anggap sebagai “Bapak”.
Sementara pemerintahan di bawahnya ada Gubernur, Bupati/Walikota bisa dianggap sebagai “anak”.
Nah jika kita melihatnya secara mikro bahwa hubungan antara “bapak” dan “anak” ini seharusnya dekat dan bisa saling mengerti, Sebagai seorang bapak mestinya heran kenapa anaknya begini begitu, jangan2 lagi cari perhatian.
Pak Walikota sebagai “anak” menurut hemat saya wajar bersikap seperti sekarang ini, betapa kompleksnya mengurus permasalahan kota ini, salah satunya terkait soal penegakan hukum.
Dengan berdirinya gedung Politektik Kemenkumham di lahannya sendiri yang kebetulan berada di Wilayah Kota Tangerang, Mana mungkin Pak Wali mengeluarkan IMB.
Sementara lahan yang akan dibangun itu adalah masuk ke dalam RTH (Ruang Terbuka Hijau) yang tidak boleh ada bangunan di atasnya, sesuai dengan Perda Kota Tangerang.
Jika IMB itu terbit, nanti bola panasnya juga akan menyasar ke beliau juga. Kemudian Kemenkumham juga jangan karena merasa punya kuasa berbuat seenaknya, padahal sebagai institusi yang salah satunya mempunyai tugas penegakan hukum, semestinya dapat menjadi contoh.
Bukan malah Arogansi, seperti seorang bapak yang justru akan jadi preseden buruk di mata masyarakat karena tidak konsekuen melanggar aturan hukum di daerah.
Jadi pak menteri perlu memahami sikap pak wali sebagai anak yang sedang cari perhatian.
Makanya perlu duduk bersama, Pak Menteri sebagai seorang “bapak” dapat bertanya langsung kepada sang “anak” sebenarnya apa maunya atau apa sesungguhnya yang terjadi di lapangan. Komunikasi langsung ini penting agar tidak ada ketersendatan informasi sehingga Pak Menteri bisa mendengar secara utuh demikian juga maksud Pak Menteri pasti akan dimengerti oleh Pak Wali.
Kalau hasil pembicaraannya kemudian harus mengubah dulu peraturan yang berlaku, kenapa tidak? UUD 1945 saja bisa diamandemen. Insya Allah dengan duduk bareng antara Sang Bapak dan Sang Anak ini akan bisa menyelesaikan berbagai persoalan yang terkait dengan pemanfaatan lahan milik Kemenkumham di kota Tangerang.
Karena tidak hanya masalah gedung politektik saja, bagaimana Fasos Fasum yang hingga hari ini belum rampung, termasuk gedung MUI yang berdiri di atas tanah kemenkumham itu menjadi bagian yang bisa dibicarakan kedua belah pihak.
Saya yakin bisa karena beliau-beliau itu bukan bekerja untuk kepentingan pribadi tapi untuk kepentingan Rakyat, Bangsa Dan Negara ini.
Good luck🙏